Jumat, 26 Oktober 2007

Sayangi Alam, Sayangi Diri

Bumi makin panas dari hari ke hari, iklim makin tak menentu dan bencana alam terjadi dimana-mana. Banyak yang sadar bahwa hal tersebut nyata terjadi. Namun ternyata belum banyak yang sadar apa penyebab utama dari kondisi tersebut, bahkan makin sedikit yang sadar cara untuk menanggulangi kondisi tersebut beserta dampaknya.
Itulah pemanasan global. Banyak orang yang merasakan namun belum banyak yang tersadarkan. Pola hidup manusia sudah terlalu menyakiti alam ini. Polusi sudah dianggap jamak laiknya tidak menjadi soal lagi.

Sebenarnya gejala fenomena tersebut sudah di depan mata. Jika kita ingat di bangku sekolah dasar kita diajarkan mengenai musim hujan yang ada pada September hingga Februari dan selebihnya musim panas. Namun sekarang, jika kita tanyakan pada petani atau pelaut yang selalu berhubungan dengan musim maka jawaban yang muncul adalah kebingungan dan ketidakpastian.

Musim kemarau makin panjang sedangkan musim hujan makin pendek dengan curah yang sangat besar. Kadangkala di tengah musim panas banjir datang meluluh lantakkan sawah. Di lain waktu kekeringan melanda ketika para petani baru memulai masa tanam sehingga terjadi gagal panen.

Indonesia merupakan negara dengan hutan hujan tropis terluas kedua didunia setelah Brasil. Kawasan hutan tersebut oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ditetapkan sebagai kawasan paru-paru dunia karena mampu menyerap berbagai gas berbahaya yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia.

Namun ternyata potensi tersebut seringkali dikalahkan oleh motif ekonomi. Kerakusan segelintir orang untuk memperkaya diri akhirnya membuat hutan Indonesia kian menggenaskan. Tercatat pada 2006 lahan hutan yang rusak di Indonesia mencapai 77.786.642 hektare (dephut). Persentase kerusakan tersebut mencapai rata-rata 49% dari lahan hutan. Kerusakan terparah berada di daerah Sumatera yang kehilangan 28.328.360 hektare lahannya.

Sudah saatnya kita semua sadar mengenai pentingnya keberadaan hutan. Bumi ini adalah suatu biosfer yang berarti semua makhluk yang ada di atasnya termasuk juga alam berada dalam satu kesatuan sistem. Ketimpangan atau disfungsi pada salah satu sistem akan menyebabkan kerusakan pada sistem lainnya.

Bukan tidak mungkin jika hal ini tak segera dibenahi keseluruhan sistem tersebut akan lumpuh. Ozon bisa saja bolong lalu sinar ultraviolet dan sinar berbahaya lainnya leluasa menyengat kulit kita menyebabkan kanker. Es di kutub akan terus mencair yang bisa menyebabkan bumi tenggelam. Ini bukan hanya khayalan untuk menakut-nakuti, namun merupakan kemungkinan yang nyata bisa terjadi.

Keramahan terhadap alam adalah jalan satu-satunya untuk menanggulangi berbagai bahaya yang mengintai tersebut. Kita dapat memulai dengan diri kita sendiri. Seperti yang dilakukan Al Gore, mantan calon presiden Amerika Serikat, dengan film dokumenternya “An Inconvinient Truth” yang sukses diganjar Nobel Lingkungan membantu menyadarkan banyak orang mengenai bahaya lingkungan yang mengintai. Dia memulai hal tersebut dari diri sendiri. Al Gore mengkompensasi emisi karbondioksida dari aktivitasnya dalam bentuk program ‘netral karbon’. Maksud dari program ini adalah emisi dari segala aktivitas Al Gore akan dihitung dan dikompensasikan dengan penanaman pohon yang mampu menyerap emisi karbon sesuai jumlah yang dihasilkan aktivitasnya.

Jikalau kita tak mampu melakukan hal seperti itu karena memerlukan biaya yang tinggi, mari kita mulai dengan bertindak lebih ramah terhadap lingkungan. Gunakan kendaraan dan bahan bakar rendah emisi, kalau bisa gunakan kendaraan umum. Manfaatkan bahan yang mudah diurai tanah dan daur ulang barang yang masih bisa dimanfaatkan. Yang terpenting adalah mulailah dari diri kita sendiri. Lestarikan dan sayangilah alam ini. (pangeran ahmad nurdin/litbang SINDO)

Dimuat pada Harian Seputar Indonesia edisi 22 Oktober 2007

Tidak ada komentar:

Archives


M S S R K J S