Jumat, 26 Oktober 2007

Rencana Pembangunan Jembatan Penghubung Selat Sunda: Biaya Tinggi Solusi Ringkas

Pelabuhan Merak dan Bakauheni tak sanggup lagi melayani volume penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatera. Jembatan penghubung dua pulau bisa menjadi solusi.

Kepadatan penyeberangan dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera dari tahun ke tahun terus meningkat. Signal Pelabuhan Merak sudah tak sanggung lagi memenuhi kebutuhan penyeberangan tampak pada pertengahan Juli hingga September lalu. Saat itu, truk-truk yang ingin menyeberang ke Sumatera harus antre berjam-jam, bahkan berhari-hari.

Pelabuhan yang menjadi urat nadi hubungan darat antara Jawa dan Sumatera tersebut terengah-engah memenuhi kebutuhan penyeberangan yang membludak disaat banyak ferri sedang masuk galangan. Banyak pihak dirugikan mulai dari operator truk, pengusaha yang menunggu kiriman barang hingga operator tol Jakarta-Merak yang mengalami kerugian hingga Rp140 juta per hari. Kerugian total sebagai dampak langsung mau pun tak langsung diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

Jika kejadian tersebut terulang, yang menjadi taruhan adalah mandegnya pertumbuhan ekonomi terutama daerah-daerah di Pulau Sumatera. Kemacetan pernah mencapai rekor terpanjang hingga 17 km. Pihak Pelabuhan Merak sampai pontang-panting mengerahkan enam kapal bantuan untuk mengatasi kemacetan tersebut.

Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesanggupan sarana penyeberangan yang menjadi urat nadi hubungan Jawa-Sumatera. Jangan sampai ketidakmampuan tersebut menjadi penghambat kebutuhan sektor ekonomi kita.

Jika menilik data volume penyeberangan dari Pelabuhan Merak hingga Bakauheni dari 1997 hingga 2006 yang terus meningkat, pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) menjadi alternatif prospektus untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Dari 1997 hinga 2006 permintaan penyeberangan kendaraan roda empat atau lebih meningkat 20% atau dari 1.845.387 kendaraan per tahun (1997) menjadi 2.219.075 kendaraan per tahun (2006). Bahkan kendaraan roda dua meningkat pesat 482% dari 56.149 kendaraan (1997) menjadi 327.084 (2006). Peningkatan jumlah kendaraan yang menyeberang equivalen dengan meningkatnya muatan. Jika pada 1997 hanya 6.794.969 ton kargo, pada 2004 muatan yang menyeberang mencapai 8.025.256 ton kargo atau naik 18%.

Berdasarkan data administrator pelabuhan Merak dan Bakauheni, tren pertumbuhan penyeberangan antarpelabuhan tiap tahunnya meningkat. Kedua pelabuhan saat ini dilayani 24 kapal roll on roll over (ro-ro). Rata-rata memiliki daya angkut 110 kendaraan per trip. Setiap kapal mampu melakukan tiga atau empat trip per hari. Namun pada kenyataannya yang beroperasi sehari-hari hanya 18-20 kapal. Bahkan ketika antrean panjang yang terjadi pada Juli hingga September lalu, sempat hanya 14 kapal yang beroperasi sehingga terjadi penumpukan. Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) membumbungkan asa akan perbaikan sistem transportasi Indonesia terutama antara pulau Sumatera dan Jawa.

Lama waktu penyeberangan antara Merak-Bakauheni selama dua hingga tiga jam, bahkan lebih disaat pasang, sangat tidak efisien.. Itu pun belum termasuk waktu antrean menunggu masuk ke lambung kapal. Keterlambatan dan gangguan pada beberapa kapal akan menyebabkan penumpukan yang sangat parah dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Kondisi penyeberangan akan makin parah ketika terjadi permintaan kenaikan seperti pada masa-masa lebaran.

Rencana pembangunan JSS akan memperpendek waktu tempuh penyeberangan antara Jawa-Sumatera. Waktu tempuh bisa dipersingkat menjadi hanya sekitar 45 menit hingga satu jam dengan batas kecepatan jalan tol hingga 80km/jam.
Kekahawatiran matinya jalur ferri, jika JSS beroperasi, tidak perlu dikhawatirkan. Masih banyak daerah di Indonesia, terutama Indonesia bagian timur, yang membutuhkan penambahan kapal ferri. Sebut saja jalur Ketapang-Gilimanuk, daerah-daerah di Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara maupun Papua.

Teknologi Tinggi
Kekahawatiran bahaya yang mengintai dari rencana pembangunan dan pengoperasin JSS ini dijawab dengan teknologi tinggi yang akan diterapkan. Jalur jembatan yang ada pada daerah tremor (patahan) dan daerah gempa zona 1, disiasati dengan menerapkan kontruksi tahan gempa. Bahkan menurut Prof Dr Ir Wiratman Wangsadinata dari Wiratman & Associates, teknologi tinggi yang akan diterapkan pada jembatan diharapkan mampu untuk menahan gempa dengan kekuatan 9 pada skala richter (SR), bahkan lebih dari itu. Bahaya tsunami juga bisa dihindari dengan ketinggian jembatan mencapai 70 meter sekaligus juga tidak mengganggu jalur pelayaran internasional di selat itu.

Rencana maha karya anak bangsa senilai Rp90,2 trilliun ini pun direncanakan akan memecahkan rekor jembatan dengan bentangan terpanjang di dunia (longest bridge span) yaitu sepanjang 3,5 kilometer antara-Pulau Ular dan Pulau Sangiang. Saat ini bentang terpanjang ada di Jembatan Selat Messina, Italia, sepanjang 3,3 kilometer dan Jembatan Akashi-Kaikyō di Jepang dengan panjang Bentang 1,99 kilometer.

Namun sebagian pihak mempertanyakan jumlah anggaran yang disedot untuk pembangunan JSS. Nilai Rp90,2 triliun tampaknya sulit dipenuhi jika hanya pemerintah yang menanggung. Tak salah jika pemerintah akhirnya memikirkan untuk merangkul investor.
Hal ini pernah dilakukan pemerintah Italia dalam membangun Jembatan Selat Messina yang tadinya diprotes banyak warganya karena menghabiskan banyak uang negara.
Pemerintah mengakalinya dengan cara membagi dua biaya pembangunan dengan swasta dan memberikan konsesi dalam bentuk hak operasi pada pihak swasta.Namun pemerintah diharapkan tidak hanya mengutamakan kepentingan bisnis semata. Karena, proyek ini akan berdampak langsung ke perekonomian negara terutama kedua pulau tersebut.

Rencana penerapan tarif harus diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Berdasarkan hasil studi pra kelayakan pada 1997 tarif akan berkisar pada 1,5 kali tarif tol. Perkembangan terakhir menyebutkan bahwa tarif yang akan diterapkan nantinya adalah 2 kali tarif tol. Batas waktu konsesi pengelolaan juga jangan sampai hanya menguntungkan pengusaha saja.

Proyek ini merupakan yang terbesar di Indonesia dan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit (lihat grafis). Sebelumnya pemerintah melaksanakan proyek pembangunan jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) yang sampai saat ini pengerjaannya tinggal 1.387 meter lagi dari total 5,4 km. Proyek ini sendiri diresmikan proses pengerjaannya pada akhir masa pemerintahan presiden Megawati Soekarnoputri dan sudah mencapai target penyelesaiannya yaitu pada tahun ini. Proyek ini dijadwal ulang untuk selesai pada 2008.Kesabaran masyarakat mutlak diperlukan untuk menunggu rampungnya pengerjaan proyek ini. Namun bukan berarti masyarakat harus berpangku tangan menunggu proyek ini selesai. Masyarakat harus rajin mengkritisi tiap perkembangan proyek ini agar hasilnya sesuai yang kita harapkan. (pangeran ahmad nurdin)

Dimuat pada Harian Seputar Indonesia edisi 8 Oktober 2007

1 komentar:

Unknown mengatakan...

aku setuju dengan sodara 100% mendukung sebab dengan adanya jembatan ini dunia pasti tercengang sebab nantinya menjadi jembatan terhebat yg pernah ada dimuka bumi ini,ya mudah2 pemerintahan kedepan bs mewujudkan tp kayaknya pemerintahan sekarang ga mungkin lah sebab miskin ide,biasa alasan keungan,
aku salut kepada ibu mega meski krisis beliu mampu mewujudkan jembatan suramadu

Archives


M S S R K J S