Krisis kepercayaan mencuat menghantam beberapa lembaga tinggi negara yang seharusnya menjadi penjaga pilar negara ini. Kasus yang masih hangat adalah tertangkapnya anggota Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes.
Dia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap pada proses pembelian tanah untuk gedung KY. Lembaga tinggi yang berfungsi sebagai pengawas proses peradilan di tanah air ini seakan kehilangan muka di mata publik. Uang suap sebesar Rp600 juta dan USD30.000 ini membuat lembaga ini menanggung malu.
Ketua KY Busyro Muqoddas mengaku terkejut dengan kejadian itu dan menganggapnya sebagai musibah. Namun, sikap seperti itu nampaknya sudah sulit untuk dicerna oleh masyarakat. Belum kering tinta pena para jurnalis memberitakan kasus heboh tersebut, keputusan DPR meloloskan dua orang yang dianggap bermasalah menjadi anggota KPU kembali disorot.
Kepercayaan masyarakat menipis, ketika melihat komisi penyelenggara pemilu tersebut diisi orang-orang yang sedang bersentuhan dengan kasus hukum. Padahal, kepercayaan masyarakat merupakan modal dasar lembaga-lembaga tersebut. KY, KPK, KPU, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komnas HAM perlu menegaskan integritas mereka dalam bentuk perbaikan kinerja.
Mereka tak bisa berlindung di balik alasan jitu yang selama ini selalu menjadi tameng bagi berbagai pimpinan lembaga yaitu ”oknum”. Masyarakat sudah muak dengan kata ”oknum” tersebut yang seakan melepaskan tanggung jawab pimpinan dan lembaga atas tindakan anak buahnya. Paradoks juga seakan terjadi karena ketika buah manis keberhasilan dikecap sertamerta diakui sebagai keberhasilan kolektif organisasi, bahkan kadang kala sebagai keberhasilan individu sang pimpinan.
Lembaga Baru
Sebuah lembaga baru sekarang dalam proses pembentukan dan seleksi. Lembaga dengan fungsi pokok memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban suatu kasus ini bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Saat ini, proses baru masuk tahap penjaringan calon anggota.
Lembaga ini hadir untuk menjawab kebutuhan perlindungan saksi dan korban dari suatu perkara yang kerap mengkhawatirkan di Indonesia. Panitia seleksi LPSK ini diketuai Dirjen HAM Depkumham Harkristuti Harkrisnowo. Panitia ini beranggotakan empat orang, yakni Teten Masduki,Abdul Wahid Masru (Dirjen Peraturan perundang- undangan Depkumham), Serena Kalibonso (aktivis dari Mitra Perempuan ), dan Indriyanto Seno Adji (praktisi hukum).
Dari hasil pendaftaran calon anggota pada 17–28 September 2007,tercatat 188 calon yang melamar. Dari jumlah pendaftar tersebut, akhirnya akan dikerucutkan menjadi 21 (seleksi administratif, tes kepribadian, dan wawancara terbuka) dan diserahkan pada presiden. Seleksi terakhir ada di tangan DPR untuk memilih tujuh pimpinan LPSK.
Sangat diharapkan proses seleksi lembaga ini akan lebih baik dan transparan dari yang dilaksanakan dalam seleksi KPU. Kita harus menjadikan kesalahan yang sudah terjadi sebagai bahan refleksi agar tak jatuh ke lubang yang sama. Hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.Tentunya kita sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya tinggi tak mungkin seperti itu. (pangeran ahmad nurdin /litbang SINDO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar